reap the whirlwind, sherriff --
reap it.
z/17/something of a nutjob.
and I shall count thee among thy saints.
rindu kata. @ Rabu, 09 Maret 2011
Akhir-akhir ini gw udah jarang nyampein perasaan gw ke berbagai macam media. Jadi pengen blogging mendadak deh.

PADAHAL LAGI UTS HUAHAHAH CARI MATI.

UTS. Ini udh UTS semester 2, dan masih aja bikin depresi. Sekarang tambah lagi satu pelajaran yg mesti gw waspadain: Ekonomi.

Ugh. Pak Kodir *shivers*

Ternyata isinya ekonomi SMA tuh ngitung. I repeat, ngitung. I repeat again, ngitung. Udah ada matematika, fisika, kimia, sekarang ekonomi lagi. Terus apa? Agama?

Beuh, agama juga susah pula.

Besok geo n b.ind sih. Afalannya banyak dan gw gatau mau belajar apa dr b.ind karena sekarang b.ind udah bukan pelajaran favorit gw lagi, jadi paling gw gabut sebentar terus ngafalin arah angin dan awan cirrus dan cumulus serta bagian atmosfer yang bisa menghancurkan meteor.

Lol I just realized everytime I go around high school I always end up saying bad stuff about it when it's actually pretty cool but you gotta look reeeeaaally closely to find that small tinge of coolness in being a high school kid thta could have an impact - a cool one - to your life. And a big one, at that.

Mungkin bakal ada yang memertanyakan: Apa yang erjadi? Apakah sastra sudah bukan sesuatu yang menarik lagi? Ataukah ada suatu faktor yang menghapus sastra dari daftar pelajaran yang deminya gw rela belajar mati-matian demi mendapatkan 100?

Once again, it's the T factor.

As in, teacher?

Yeah, I know, those people do things to you. Creepy things. Mean things. Things that make you dislike something you've been loving for so long. Things that pull you away from yourself. Things that show that what you love isn't worth loving.

Bukannya gw gak suka sastra lagi. Gw tetep suka, tetep cinta, tapi masalahnya susah buat mengasah kemampuan lu kalau yang ngajarin aja gatau esensi sastra sebenernya itu apa, alasan orang mau mempelajari sastra, inti dari sastra itu sendiri. Pertama kali gw tau dia bukan guru b.ind yg asik itu waktu materi puisi. Seumur hidup gw diajarin kalau baca puisi itu harus dengan hati, dengan emosi, supaya puisi yang kita baca bisa hidup dan punya npas sendiri. Tapi aa yang guru gw lakukan? Dia membunuhnya. Mematikan puisi yang dia baca. Gw liatlah ppuisi itu setel;ah dia baca, karena cara bacanya aja bikin gw ngantuk. Dan puisi itu bagus. Gak sebagus Sapardi Djoko Damono memang, tapi bagus, dan punya cerita yang unik. And she snuffed it. Right on our face. Dia bacanya dengan badan tegak, wajah tegang dibumbui mulut yang menyeringai agak mengejek (dia selalu keliatan menyeringai karena dia guru super galak dan dia selalu tau kalau orang takut sama dia jadi gak ada yang berani sama dia which means a lot of dirty advantages on her hands), dan intonasi yang begitu-begitu aja. Dia bilang, bilang, kalau baca puisi itu gak usah pake gaya, lebay.

Oke, beneran nih, lebay?

I mean, what the hell are you tryna do lady? Sttain the name of our own language in front of teenagers with unstable states of hormones?

Kalau gw bisa ganti dia sama Bu Sri atau Bu Nunu, gw ganti detik ini juga.

Bener-bener gak betah deh. Jadi sekarang, karena kita berdua punya sudut pandang yang berebda terhadap bahasa Indonesia, gw membangkang. Paragraf gw bikin cerpen. Iklan gw bikin paragraf 8 baris. Kalimat-kalimat perintah gw modif sedemikian rupa sampe nyaris menceritakan sepotong kisah yang entah kenapa tak berujung di kepala gw, kayak sungai. Jadilah tiap kali ulangan gw selalu makan tempat, dan hasil dari makan tempat itu cuma 68, 70, 76, 81. Gak pernah diatas 85. And I don't even give a jack. Yang penting adalah apa yg gw rasakan waktu nulis, apa yg gw pikir ttg tulisan gw, dan tulisan gw itu sendiri, buka apa yg dia pikir tentang tulisan gw.

Image and video hosting by TinyPic

Go and eat my state of emotion lady I don't give a jack.

Sumpah UTS bikin mabok.

Label:

Designer / Mira Muhayat | Inspired by / beautifulified--